Oleh : Marzuki
PEMBELAJARAN BERPUSAT PADA MURID Universitas Qomaruddin Fasilitator Sekolah Penggerak/Gresik, 22 September 2023
Pendekatan pembelajaran berpusat pada murid _(student centered)_ kembali mencuat setelah dikaitkan dengan pembelajaran terdiferensiasi dalam Kurikulum Merdeka. Kurikulum Merdeka menempatkan pembelajaran terdiferensi sebagai _mainstream_ pembelajaran yang melayani. Pembelajaran yang dapat mengokomodir semua kebutuhan murid yang beragam.
Keberagaman murid adalah keniscayaan. Setiap kelas tidak dapat dipungkiri muridnya pasti beragam, banyak keunikan, karakter murid berbeda-beda. Setiap perbedaan memicu lahirnya tantangan bahkan hambatan. Dibalik tantangan dan hambatan sekaligus melahirkan kemudahan, bahkan keberkahan. Namun, hal ini jarang disikapi dengan baik. Justru muncul apriori, _underestimate_ bahkan keluhan. Kita tidak heran jika di antara kita masih banyak keluhan, banyak bersambat, dan terkadang banyak menyalahkan sana sini.
Idealnya pembelajaran apa pun pendekatannya, modelnya, strateginya, metodenya, pembelajarannya berpusat pada murid. Hal ini jangan sampai harapan yang baik hanya tinggal harapan. Pemerintah Pusat selalu berjuang kuat agar ada perubahan yang sistemik, komprehensif, holistik secara signifikan mulai dari pusat sampai daerah. Diharapkan mindset pengambil kebijakan dari semua tingkatan memiliki _mindset_ yang sama atau hampir sama, bahwa kurikulum merupakan sederet kompetensi yang dicapai murid di akhir fase. Pembelajaran yang digunakan adalah pembelajaran yang dapat mengokomodasi keberagaman murid, yaitu pembelajaran terdiferensiasi. Setelah yakin bahwa pembelajaran terdiferensiasi dapat mengakomodir keberagaman murid berikutnya dapat memastikan di kelas mana pun betul-betul terjadi pembelajaran terdiferensiasi.
JIka semua pihak memahami bahwa pembelajaran terdiferensiasi paling tidak, memiliki dua ciri utama, yaitu pendidik tahu kebutuhan murid dan tahu cara memenuhi kebutuhan murid. Dengan demikian semua pihak dapat memastikan itu terjadi. Menurut KHD (Ki Hajar Dewantara) dalam pembelajaran itu *pendidik nurut (mengikuti) murid,* bukan *murid nurut pendidik.* Idealnya dalam pembelajaran pendidik dapat mengakomodasi keberagaman murid. Keberagamanan dapat dirinci, misalnya potensi, bakat, minat, hobby, kesukaan, gaya belajar, keterbatasan, hambatan, dst. Jika kondisi murid seperti itu maka pendidik akan mengadakan variasi-variasi dalam pembelajaran sehingga secara umum dapat mengakomodasi kebutuhan belajar murid.
Fakta di lapangan, tidak sedikit murid yang nurut pendidik. Pembelajaran tergantung kesiapan pendidik, seingatnya pendidik, sak kober-nya pendidik. Terkadang tidak heran jika pendidik sering bertanya kepada murid sampai dimana materi kemarin. Kemarin soalnya tinggal berapa yang belum terjawab, lanjutkan dikerjakan. Dapat dibayangkan betapa mirisnya. Pendidik tidak memiliki persiapan sama sekali. Belum sempat merencanakan kompetensi apa hari ini yang harus dilatihkan, yang harus dikuasai, yang harus dimiliki murid. Dapat dibayangkan betapa runyamnya pembelajaran itu. Materi saja tidak ingat sampai dimana terus bagaimana dengan kompetensi yang akan dilatihkan. Pada tulisan saya sebelumnya kita mengenal istilah *pendidik nge-blank masuk kelas*. Lengkaplah penderitaan murid.
Pada saat pembelajaran spontan dapat ingat apa yang akan dilatihkan. Bisa jadi juga masih kesulitan merancang langkah-langkah pembelajaran yang dapat mejadikan murid kompeten. Aapalagi muridnya beragam. Walaupun tidak siap mengajar saat itu pasti berusaha PD (tetap percaya diri), tetap dapat mengendalikan kelas, dan tetap tampil berwibawa di depan murid. Padahal dengan bertanya pada murid, “sampai dimana materi kemarin,” murid sudah tahu kalau bapak ibu pendidik belum mempersiapkan pembelajaran dengan baik. Apalagi era informasi, era digital para murid sangat kritis, dapat dipastikan sudah tahu kebiasaan pendidiknya.
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sudah mempecayakan kepada semua kepala sekolah/madrasah untuk mengawal, memastikan, memfasilitasi para pendidik untuk melaksanakan pembelajaran berpusat pada murid. Pada hakikatnya kepala sekolah/madrasah adalah wakil Pemerintah di satuan pendidikan. Keberhasilan implementasi Kurikulum Merdeka juga menjadi tanggung jawab kepala sekolah/madrasah di satuan pendidikan. Kepala sekolah/madrasah sebagai wakil pemerintah tentunya tidak amain-main. Kepala sekolah/madrasah termasuk orang penting di satuan pendidikan karena wakil oleh karenanya bertanggung jawab penuh keberhsilan implementasi Kurikukum Merdeka.
Semoga para kepala sekolah/madrasah dapat memfasilitasi, men-support, memberikan banyak kemudahan kepada para pendidik untuk mengimplementasikan Kurikulum Merdeka. Dengan kepemimpinan kepala sekolah/madrasah dapat memicu dan memacu para pendidik melahirkan inovasi-inovasi untuk menyelesaikan masalah, kendala, hambatan, dan tantangan sehingga implementasi Kurikulum Merdeka dapat berjalan dengan baik. Aamiiiin
Salam RVL
Salam Sehat
Salam Telelet
Salam Literasi
Salam Bahagia
Gresik, 22 September 2023